Elo
merupakan sungai yang berada di wilayah Magelang, Jawa Tengah. Sungai yang
cukup bersahabat untuk para pengarung newbie
yang ingin merasakan sensasi arung jeram. Sungai ini memiliki karakteristik
jeram yang tidak begitu ‘ganas’ dengan tikungan yang cukup tajam. Sungai Elo termasuk
kedalam sungai grade II - III. Jalur pengarungan sungai tersebut +/- 12 kilometer dengan waktu tempuh 4 – 5
jam.
Hari
minggu, 16 Oktober 2011. Saya berangkat dengan segenap tim yang berjumlah 24
orang. Berbekal perahu karet dengan
segala perlengkapan mengarung, kami berangkat dari Fakultas Psikologi UGM
dengan kendaraan bermotor menuju Magelang. Kami tidak langsung menuju sungai Elo,
melainkan ke rumah Mas Rosyid terlebih dahulu. Mas Rosyid merupakan orang yang
bisa dikatakan koordinator kami apabila akan melakukan pengarungan di sungai Elo.
Rumah Mas Rosyid digunakan sebagai basecamp
para pengarung dari berbagai wilayah yang akan melakukan pengarungan di sungai Elo.
Rumah Mas Rosyid terletak sekitar 100 meter dari candi Mendut. Candi yang
gambarnya umum ditemukan saat kita membaca buku sejarah waktu SMA. Kami
menggunakan empat perahu karet dengan kapasitas tiap perahu 5–7 orang. Panas cukup terik kala itu. Kami melakukan
persiapan, memompa perahu dan mengecek
peralatan.
Start!
Semua
siap! Kami berangkat ke start dengan menyewa 2 pick up yang membawa kami
sekaligus empat perahu karet dan juga semua peralatan. Sampai di start,
terlihat banyak turis wisatawan baik lokal maupun mancanegara berkumpul untuk
melakukan pengarungan. Kami melakukan persiapan dilanjutkan pemanasan untuk
menghindari cidera saat pengarungan berlangsung.
Sungai
Elo dalam keadaan yang bisa dibilang surut waktu itu. Hujan belum mengguyur Magelang
sehingga debit air menurun. Padahal, arung jeram akan lebih menantang ketika
sungai dalam keadaan banjir. Tetapi
tidak masalah bagi kami, dalam keadaan seperti itupun sungai Elo akan
memberikan perlawanan yang cukup membuat adrenalin kami naik turun.
Semua perahu diturunkan ditepian sungai. Wajah
– wajah bersemangat menandakan kesiapan untuk mengarungi jeram sungai Elo yang
eksotis. Setiap perahu di-skipper-i oleh
teman–teman divisi air Palapsi (Pecinta Alam Psikologi) UGM yang sudah
berpengalaman dalam bidang arung jeram dan yang sudah dikategorikan sebagai Profesional.
Skipper adalah sebutan untuk juru
mudi yang bertugas mengontrol dan mengendalikan perahu saat arung jeram
berlangsung. Satu persatu perahu karet diberangkatkan. Dalam prinsip arung
jeram secara berkelompok, perahu yang berangkat pertama tidak langsung
berangkat meninggalkan perahu lain, melainkan menunggu di spot–spot tertentu
hingga perahu berikutnya menghampiri sehingga tidak ada perahu yang tertinggal
dan dapat melakukan rescue apabila
perahu lain terjadi hal yang tidak diinginkan. Semua perahu mulai turun. Arus
di jalur pemberangkatan cukup tenang. Kami melakukan pemanasan mendayung
sekaligus menyesuaikan diri dengan posisi masing-masing.
Let’s!
Setelah pemanasan mendayung sekitar
15 menit, kami mulai melakukan pengarungan. Tancaap!.
Kami mulai mengayuh dayung secara bersamaan sesuai tempo. Perahu karet mulai
menjelajahi lintasan air dengan kontrol kemudi sang skipper. Satu-persatu jeram kami lewati. Wow! Perahu mulai terguncang karena arus. Skipper berteriak memberikan instruksi agar perahu tetap dalam
kondisi seimbang. Kerjasama tim memang sangat dibutuhkan saat arung jeram.
Beberapa
waktu kemudian, kami berhenti di suatu spot sebelum melewati jeram yang cukup
terkenal di sungai Elo bernama jeram ringin. Saat berhenti, kami melakukan scouting. Scouting diartikan menentukan posisi dimana lintasan yang akan kita
lewati pada suatu jeram. Biasanya, scouting
dilakukan diatas tebing di pinggiran sungai. Saat scouting saya juga diajari membaca arus dan memahami beberapa
istilah yang dipakai dalam arung jeram. Setelah selesai menentukan lintasan
yang akan dilewati, kami kembali ke perahu dan bersiap melewati jeram ringin. Jeram
ringin berarus deras dengan dibetengi batuan kali berukuran besar. Tangan mulai
mengayuh dayung dengan sekuat tenaga. Semua bersiap. Perahu terguncang, air
sungai menciprat membasahi seluruh isi
perahu. Sesekali perahu menabrak batuan besar
yang nyaris membuatku jatuh terlempar. “Kiri tarik! Awas kanan ada stopper!” teriak skipper dengan lantang. Pendayung kiri melakukan dayung tarik agar
posisi perahu bergeser ke kiri. Setelah melewati stopper di sisi kanan, skipper
kembali berteriak “kanan balas! Ayo
dayung yang kuat!”. Whoooaaa! Kami semua berteriak penuh semangat dan terus
berusaha agar perahu tetap seimbang melewati jeram. Akhirnya, jeram ringin
terlewati dengan mulus. Kami kembali berteriak–teriak sambil tetap mendayung
mengarahkan perahu melaju pelan sambil menunggu perahu dibelakang kami berhasil
melewati jeram tersebut.
Stopper merupakan
istilah yang digunakan untuk menyebut batuan besar di sungai yang menghalangi
jalur pengarungan. Selain stopper,
masih banyak lagi istilah yang biasa digunakan saat mengarung jeram, seperti on sight, mainstream, pillow, reversal, dll. Istilah–istilah tersebut
digunakan agar ada perpaduan bahasa dan mempermudah antar individu dalam tim
mengkomunikasikan sesuatu yang berhubungan dengan pengarungan.
Yap!
Keempat perahu berhasil melewatinya. Tampak wajah – wajah penuh kegembiraan
semakin mendekati perahu karet yang saya naiki. Kami kembali meneruskan
pengarungan. Beberapa waktu kemudian,
kami berhenti di suatu spot yang berarus tenang. Diperkirakan kedalaman lokasi
tersebut sekitar tiga meter. Kami berlatih penyelamatan. Penyelamatan yang
dilakukan ketika ada tim dalam perahu yang terjatuh. Semua tim turun. Pertama,
kami berlatih mengangkat teman ke atas
perahu. Latihan ini digunakan ketika ada teman yang terjatuh di sungai dan kita
berusaha menaikkannya kembali. Kedua, kami berlatih naik ke perahu tanpa bantuan
orang lain. Latihan ini digunakan apabila kita terjatuh di sungai dan ingin
kembali ke atas perahu. Tak semudah yang aku bayangkan untuk melakukan ini.
Kekuatan bertumpu pada tangan seperti gerakan pull up, kaki tidak boleh membuka seperti memanjat tembok tetapi
posisi dibawah, melakukan gerakan seperti berenang agar tubuh mendapat tekanan ke atas. Sekitar
30 menit berlalu, kami kembali meneruskan pengarungan. Air sungai Elo terlihat
hijau, dikelilingi pohon–pohon besar di penggiran sungai.
Diperjalanan,
kami melewati beberapa jeram yang cukup menguras tenaga. Sejenak saya minum
untuk membasahi tenggorokan. Tibalah saatnya di jeram plintir. Jeram yang
menyajikan arus deras dan tikungan tajam. Dibalik keindahan dan pesonanya, alam
memang menyimpan sejuta bahaya yang kapan saja dapat terjadi. Di jeram plintir,
terdapat memoriam seorang pengarung jeram dari Mapagama (Mahasiswa Pecinta Alam
Universitas Gadjah Mada) yang meninggal di jeram tersebut beberapa bulan yang
lalu. Ya, semua yang dilakukan pasti ada resikonya. Tetapi dengan perencanaan
yang matang dan standar keamanan yang memadai dapat meminimalisir resiko yang sewaktu–waktu
dapat terjadi. Sebelum melewati jeram plintir, kami berhenti dan melakukan scouting yang kedua. Scouting dilakukan agar kita tahu benar
posisi yang tepat untuk dilalui, mengingat jeram ini cukup berbahaya dan telah
memakan korban. Scouting selesai,
kami semua berdoa agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
Never Give Up!!!
Semua bersiap. tim perahu saya yang
pertama mengarungi jeram plintir. “never give up!” teriakan kami dengan lantang
sambil mengangkat dayung ke atas. Mengumpulkan semua tenaga diimbangi semangat
dan tentunya doa agar kami dapat melewati jeram plintir dengan selamat. Perahu
mulai bergerak mendekati jeram plintir. Skipper
mulai mengatur arah perahu. Arus semakin deras. Air mulai mengguyur seisi
perahu. “semua tambah powernya!”
teriak skipper. “kanan tarik! Lewat sisi kanan stopper!” aba–aba skipper sambil terus mengontrol laju
perahu. perahu mulai melewati sisi kanan stopper.
Tiga perempat badan perahu telah melewati stopper
tapi tiba-tiba “draaaak” sisi kiri
perahu tertabrak stopper. Perahu
langsung berbelok mengarah ke tebing di tepian sungai. Arus begitu deras. “semua tenang!” ujar skipper yang bermaksud memberi
penjelasan agar kita tidak panik. “Whoaaaaaa!”
haluan perahu menghantam tebing pinggiran sungai. Sisi belakang perahu
terdorong arus. Perahu bergerak memutar. Skipper
dengan kerjasama tim terus berusaha mengendalikan perahu agar haluan kembali di
depan. Perahu mulai dapat dikendalikan. Posisi haluan kembali berada di depan. Kami
terus mendayung dengan tempo yang lebih cepat. Akhirnya, jeram plintir telewati
dengan selamat. Kami langsung menuju spot di pinggir sungai, menunggu perahu
lain berhasil melewati jeram ringin.
Semua perahu dapat melewati jeram
ringin dengan baik. Kami melanjutkan pengarungan. Melewati berbagai jenis jeram
yang menantang. Beberapa waktu kemudian, kami sampai di jeram T. Jeram ini
berbentuk tikungan tajam seperti huruf T. Setelah berhasil melewati jeram T,
kami berhenti di lokasi yang sering digunakan untuk beristirahat. Lokasi ini
tepat berada di sisi kanan jeram T. Semua tim turun dari perahu. kami semua
berkumpul untuk mengisi perut yang sudah sangat lapar. Tim konsumsi membagikan
makanan yang langsung saja saya makan dengan lahap. Perut sudah terisi. Kali
ini kami akan melakukan latihan self
rescue. Orang–orang Jawa sering menyebutnya dengan istilah ngintir. Hehehe..
Kami ngintir melewati jeram T. Saat ngintir, posisi badan tidur telentang.
Kepala sedikit condong ke depan guna melihat arah arus dan halangan yang ada di
depan kita. “blurrrrr” aku melompat ke sungai dan segera mengkondisikan badan
terlentang. Tangan dan kaki terus bergerak mengontrol badan agar tetap dalam
posisi aman. Karena debit air yang menurun, beberapa kali tubuhku terkena batu
di dasar air. Cukup sakit memang, tapi rasa sakit itu hilang karena ngintir terasa sangat mengasikkan. Hehehe. Setelah melewati jeram T, aku
masih terus mengapung mengikuti arus. Dari kejauhan, seorang teman melempar throw bag kearahku. Throw bag adalah tali yang diujungnya diberi tas pemberat yang
berfungsi untuk menarik teman yang terseret arus untuk ditarik menuju ke tepi.
Ngintir selesai. Rasa
lelah yang sebelumnya memuncak mulai hilang saat istirahat tadi. Tubuh telah
siap kembali mengarungi sungai Elo yang menawan. Aku dan semua tim melanjutkan
pengarungan. Beberapa kali kami melewati jeram dengan tingkat kesulitan yang
berbeda - beda.
Finish!
Sekitar
satu setengah jam kemudian kami
mendekati finish. Arus mulai tenang. Tampak di depan masih ada satu jeram yang
belum terlewati. “ayo semua dayung yang
kuat! Jeram terakhir! Semangaat!” dan tidak lama kemudian jeram terakhir sukses dilewati. Dengan
raut muka penuh kegembiraan kami sampai di finish.
Arung
jeram kali ini seru dan menyenangkan. Segala bentuk mahakarya alam memang
menyajikan berbagai keindahan, tantangan dan eksotisme yang tiada akhir. Dari
situlah manusia akan mengucap rasa syukur atas segala yang diberikan Sang
Pencipta kepadanya.