Monday, February 6, 2012

Fun Rafting


Elo merupakan sungai yang berada di wilayah Magelang, Jawa Tengah. Sungai yang cukup bersahabat untuk para pengarung newbie yang ingin merasakan sensasi arung jeram. Sungai ini memiliki karakteristik jeram yang tidak begitu ‘ganas’ dengan tikungan yang cukup tajam. Sungai Elo termasuk kedalam sungai grade II - III. Jalur pengarungan sungai tersebut  +/- 12 kilometer dengan waktu tempuh 4 – 5 jam.
Hari minggu, 16 Oktober 2011. Saya berangkat dengan segenap tim yang berjumlah 24 orang. Berbekal  perahu karet dengan segala perlengkapan mengarung, kami berangkat dari Fakultas Psikologi UGM dengan kendaraan bermotor menuju Magelang. Kami tidak langsung menuju sungai Elo, melainkan ke rumah Mas Rosyid terlebih dahulu. Mas Rosyid merupakan orang yang bisa dikatakan koordinator kami apabila akan melakukan pengarungan di sungai Elo. Rumah Mas Rosyid digunakan sebagai basecamp para pengarung dari berbagai wilayah yang akan melakukan pengarungan di sungai Elo. Rumah Mas Rosyid terletak sekitar 100 meter dari candi Mendut. Candi yang gambarnya umum ditemukan saat kita membaca buku sejarah waktu SMA. Kami menggunakan empat perahu karet dengan kapasitas tiap perahu 5–7 orang.  Panas cukup terik kala itu. Kami melakukan persiapan,  memompa perahu dan mengecek peralatan.

Start!
Semua siap! Kami berangkat ke start dengan menyewa 2 pick up yang membawa kami sekaligus empat perahu karet dan juga semua peralatan. Sampai di start, terlihat banyak turis wisatawan baik lokal maupun mancanegara berkumpul untuk melakukan pengarungan. Kami melakukan persiapan dilanjutkan pemanasan untuk menghindari cidera saat pengarungan berlangsung.
Sungai Elo dalam keadaan yang bisa dibilang surut waktu itu. Hujan belum mengguyur Magelang sehingga debit air menurun. Padahal, arung jeram akan lebih menantang ketika sungai dalam keadaan banjir. Tetapi  tidak masalah bagi kami, dalam keadaan seperti itupun sungai Elo akan memberikan perlawanan yang cukup membuat adrenalin kami naik  turun.
 Semua perahu diturunkan ditepian sungai. Wajah – wajah bersemangat menandakan kesiapan untuk mengarungi jeram sungai Elo yang eksotis. Setiap perahu di-skipper-i oleh teman–teman divisi air Palapsi (Pecinta Alam Psikologi) UGM yang sudah berpengalaman dalam bidang arung jeram dan yang sudah dikategorikan sebagai Profesional. Skipper adalah sebutan untuk juru mudi yang bertugas mengontrol dan mengendalikan perahu saat arung jeram berlangsung. Satu persatu perahu karet diberangkatkan. Dalam prinsip arung jeram secara berkelompok, perahu yang berangkat pertama tidak langsung berangkat meninggalkan perahu lain, melainkan menunggu di spot–spot tertentu hingga perahu berikutnya menghampiri sehingga tidak ada perahu yang tertinggal dan dapat melakukan rescue apabila perahu lain terjadi hal yang tidak diinginkan. Semua perahu mulai turun. Arus di jalur pemberangkatan cukup tenang. Kami melakukan pemanasan mendayung sekaligus menyesuaikan diri dengan posisi masing-masing.

Let’s!
            Setelah pemanasan mendayung sekitar 15 menit, kami mulai melakukan pengarungan. Tancaap!. Kami mulai mengayuh dayung secara bersamaan sesuai tempo. Perahu karet mulai menjelajahi lintasan air dengan kontrol kemudi sang skipper. Satu-persatu jeram kami lewati. Wow! Perahu mulai terguncang karena arus. Skipper berteriak memberikan instruksi agar perahu tetap dalam kondisi seimbang. Kerjasama tim memang sangat dibutuhkan saat arung jeram.
Beberapa waktu kemudian, kami berhenti di suatu spot sebelum melewati jeram yang cukup terkenal di sungai Elo bernama jeram ringin. Saat berhenti, kami melakukan scouting. Scouting diartikan menentukan posisi dimana lintasan yang akan kita lewati pada suatu jeram. Biasanya, scouting dilakukan diatas tebing di pinggiran sungai. Saat scouting saya juga diajari membaca arus dan memahami beberapa istilah yang dipakai dalam arung jeram. Setelah selesai menentukan lintasan yang akan dilewati, kami kembali ke perahu dan bersiap melewati jeram ringin. Jeram ringin berarus deras dengan dibetengi batuan kali berukuran besar. Tangan mulai mengayuh dayung dengan sekuat tenaga. Semua bersiap. Perahu terguncang, air sungai menciprat membasahi  seluruh isi perahu. Sesekali perahu menabrak batuan besar  yang nyaris membuatku jatuh terlempar. “Kiri tarik! Awas kanan ada stopper!” teriak skipper dengan lantang. Pendayung kiri melakukan dayung tarik agar posisi perahu bergeser ke kiri. Setelah melewati stopper di sisi kanan, skipper kembali berteriak “kanan balas! Ayo dayung yang kuat!”. Whoooaaa! Kami semua berteriak penuh semangat dan terus berusaha agar perahu tetap seimbang melewati jeram. Akhirnya, jeram ringin terlewati dengan mulus. Kami kembali berteriak–teriak sambil tetap mendayung mengarahkan perahu melaju pelan sambil menunggu perahu dibelakang kami berhasil melewati jeram tersebut.
Stopper merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut batuan besar di sungai yang menghalangi jalur pengarungan. Selain stopper, masih banyak lagi istilah yang biasa digunakan saat mengarung jeram, seperti on sight, mainstream, pillow, reversal, dll. Istilah–istilah tersebut digunakan agar ada perpaduan bahasa dan mempermudah antar individu dalam tim mengkomunikasikan sesuatu yang berhubungan dengan pengarungan.
Yap! Keempat perahu berhasil melewatinya. Tampak wajah – wajah penuh kegembiraan semakin mendekati perahu karet yang saya naiki. Kami kembali meneruskan pengarungan. Beberapa waktu  kemudian, kami berhenti di suatu spot yang berarus tenang. Diperkirakan kedalaman lokasi tersebut sekitar tiga meter. Kami berlatih penyelamatan. Penyelamatan yang dilakukan ketika ada tim dalam perahu yang terjatuh. Semua tim turun. Pertama, kami berlatih mengangkat  teman ke atas perahu. Latihan ini digunakan ketika ada teman yang terjatuh di sungai dan kita berusaha menaikkannya kembali. Kedua, kami berlatih naik ke perahu tanpa bantuan orang lain. Latihan ini digunakan apabila kita terjatuh di sungai dan ingin kembali ke atas perahu. Tak semudah yang aku bayangkan untuk melakukan ini. Kekuatan bertumpu pada tangan seperti gerakan pull up, kaki tidak boleh membuka seperti memanjat tembok tetapi posisi dibawah, melakukan gerakan seperti berenang  agar tubuh mendapat tekanan ke atas. Sekitar 30 menit berlalu, kami kembali meneruskan pengarungan. Air sungai Elo terlihat hijau, dikelilingi pohon–pohon besar di penggiran sungai.
Diperjalanan, kami melewati beberapa jeram yang cukup menguras tenaga. Sejenak saya minum untuk membasahi tenggorokan. Tibalah saatnya di jeram plintir. Jeram yang menyajikan arus deras dan tikungan tajam. Dibalik keindahan dan pesonanya, alam memang menyimpan sejuta bahaya yang kapan saja dapat terjadi. Di jeram plintir, terdapat memoriam seorang pengarung jeram dari Mapagama (Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Gadjah Mada) yang meninggal di jeram tersebut beberapa bulan yang lalu. Ya, semua yang dilakukan pasti ada resikonya. Tetapi dengan perencanaan yang matang dan standar keamanan yang memadai dapat meminimalisir resiko yang sewaktu–waktu dapat terjadi. Sebelum melewati jeram plintir, kami berhenti dan melakukan scouting yang kedua. Scouting dilakukan agar kita tahu benar posisi yang tepat untuk dilalui, mengingat jeram ini cukup berbahaya dan telah memakan korban. Scouting selesai, kami semua berdoa agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

Never Give Up!!!
            Semua bersiap. tim perahu saya yang pertama mengarungi jeram plintir. “never give up!” teriakan kami dengan lantang sambil mengangkat dayung ke atas. Mengumpulkan semua tenaga diimbangi semangat dan tentunya doa agar kami dapat melewati jeram plintir dengan selamat. Perahu mulai bergerak mendekati jeram plintir. Skipper mulai mengatur arah perahu. Arus semakin deras. Air mulai mengguyur seisi perahu. “semua tambah powernya!” teriak skipper. “kanan tarik! Lewat sisi kanan stopper!” aba–aba skipper sambil terus mengontrol laju perahu. perahu mulai melewati sisi kanan stopper. Tiga perempat badan perahu telah melewati stopper tapi tiba-tiba “draaaak” sisi kiri perahu tertabrak stopper. Perahu langsung berbelok mengarah ke tebing di tepian sungai. Arus begitu deras. “semua tenang!” ujar skipper yang bermaksud memberi penjelasan agar kita tidak panik. “Whoaaaaaa!” haluan perahu menghantam tebing pinggiran sungai. Sisi belakang perahu terdorong arus. Perahu bergerak memutar. Skipper dengan kerjasama tim terus berusaha mengendalikan perahu agar haluan kembali di depan. Perahu mulai dapat dikendalikan. Posisi haluan kembali berada di depan. Kami terus mendayung dengan tempo yang lebih cepat. Akhirnya, jeram plintir telewati dengan selamat. Kami langsung menuju spot di pinggir sungai, menunggu perahu lain berhasil melewati jeram ringin.
            Semua perahu dapat melewati jeram ringin dengan baik. Kami melanjutkan pengarungan. Melewati berbagai jenis jeram yang menantang. Beberapa waktu kemudian, kami sampai di jeram T. Jeram ini berbentuk tikungan tajam seperti huruf T. Setelah berhasil melewati jeram T, kami berhenti di lokasi yang sering digunakan untuk beristirahat. Lokasi ini tepat berada di sisi kanan jeram T. Semua tim turun dari perahu. kami semua berkumpul untuk mengisi perut yang sudah sangat lapar. Tim konsumsi membagikan makanan yang langsung saja saya makan dengan lahap. Perut sudah terisi. Kali ini kami akan melakukan latihan self rescue. Orang–orang Jawa sering menyebutnya dengan istilah ngintir. Hehehe..
            Kami ngintir melewati jeram T. Saat ngintir, posisi badan tidur telentang. Kepala sedikit condong ke depan guna melihat arah arus dan halangan yang ada di depan kita. “blurrrrr” aku melompat ke sungai dan segera mengkondisikan badan terlentang. Tangan dan kaki terus bergerak mengontrol badan agar tetap dalam posisi aman. Karena debit air yang menurun, beberapa kali tubuhku terkena batu di dasar air. Cukup sakit memang, tapi rasa sakit itu hilang karena ngintir terasa sangat mengasikkan. Hehehe. Setelah melewati jeram T, aku masih terus mengapung mengikuti arus. Dari kejauhan, seorang teman melempar throw bag kearahku. Throw bag adalah tali yang diujungnya diberi tas pemberat yang berfungsi untuk menarik teman yang terseret arus untuk ditarik menuju ke tepi.
Ngintir selesai. Rasa lelah yang sebelumnya memuncak mulai hilang saat istirahat tadi. Tubuh telah siap kembali mengarungi sungai Elo yang menawan. Aku dan semua tim melanjutkan pengarungan. Beberapa kali kami melewati jeram dengan tingkat kesulitan yang berbeda - beda.

Finish!
Sekitar satu setengah  jam kemudian kami mendekati finish. Arus mulai tenang. Tampak di depan masih ada satu jeram yang belum terlewati. “ayo semua dayung yang kuat! Jeram terakhir! Semangaat!” dan tidak lama kemudian jeram terakhir sukses dilewati. Dengan raut muka penuh kegembiraan kami sampai di finish.
Arung jeram kali ini seru dan menyenangkan. Segala bentuk mahakarya alam memang menyajikan berbagai keindahan, tantangan dan eksotisme yang tiada akhir. Dari situlah manusia akan mengucap rasa syukur atas segala yang diberikan Sang Pencipta kepadanya.

No comments:

Post a Comment